OPINI – Dalam debat Pilkada di Radison Hotel Batam, kandidat Rudi dan Rafiq tampil dominan. Ansar, yang menjabat sebagai gubernur petahana, mencoba menyerang namun sering dipatahkan oleh jawaban Rudi dan Rafiq.
LIDIKNUSANTARA.COM – Meskipun memiliki posisi sebagai petahana, Ansar justru tampak kurang percaya diri dan menggunakan pendekatan agresif, terutama dalam menyerang gaya komunikasi Rudi. Rudi dengan mudah membalas, menunjukkan bahwa ia sudah terbiasa berkomunikasi secara efektif dengan bawahan dan warga Batam, sebuah keterampilan yang telah membantunya sukses membangun Batam.
Ansar, di sisi lain, kesulitan untuk menunjukkan keberhasilan besar di bawah kepemimpinannya sebagai gubernur. Pertumbuhan ekonomi Kepri yang mencapai 5% sebagian besar dipicu oleh pertumbuhan ekonomi Batam yang melampaui 7%, berkat usaha Rudi. Tanpa Batam, pertumbuhan ekonomi Kepri mungkin jauh lebih rendah.
Dalam teori komunikasi publik, setiap pemimpin memiliki gaya berbeda—Sukarno yang berapi-api, sementara Suharto lebih tenang namun efektif. Hal ini juga tampak pada Rudi dan Ansar, di mana Rudi bersikap responsif terhadap komunikasi warga, sementara Ansar jarang menanggapi pesan, terutama dari pihak yang belum dikenalnya.
Salah satu faktor yang membuat Ansar tertekan adalah rendahnya survei yang menunjukkan ia tertinggal 8% dari Rudi. Sebagai petahana, kalah survei dari pendatang baru adalah situasi yang sulit.
Rudi diakui publik atas pembangunan di Batam, sementara Ansar menghadapi kritik terkait proyek seperti flyover di Tanjungpinang yang dianggap mubazir. Ansar juga dianggap tidak memanfaatkan APBD Kepri secara efektif, sementara Rudi berhasil mengalokasikan anggaran untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Kehadiran Aunur Rafiq sebagai wakil dari Karimun memperkuat dukungan Rudi di sana. Selain itu, Rudi mendapat dukungan dari tokoh berpengaruh seperti Huzrin Hood, yang menambah daya tarik suara di daerah strategis.
Dengan dukungan alumni SMAN 1 Tanjungpinang, Rudi dipandang sebagai pemimpin yang dapat membawa ibu kota provinsi menjadi lebih maju, sedangkan Ansar, dalam empat tahun jabatannya, tidak banyak melakukan perubahan.
Kesalahan Ansar dalam memahami regulasi seperti PP 41 dan konsep generasi Z menambah kritik bahwa ia kurang siap menghadapi perkembangan zaman. Sementara itu, publik melihat Rudi sebagai figur yang lebih siap untuk membawa Kepri maju dan mengatasi permasalahan pemerataan pembangunan di provinsi tersebut. (*)
(*) Isi telah disesuaikan dan disunting oleh Redaksi.
Discussion about this post