Tanjungpinang, Lidiknusantara.com – Tradisi Mandi Safar kembali digelar masyarakat Pulau Penyengat bertepatan dengan 26 Safar 1447 H, Rabu (20/8/2025). Tradisi tahunan ini adalah bagian penting dari pelestarian budaya Melayu yang menjadi identitas Kota Tanjungpinang.
Wakil Wali Kota Tanjungpinang, Raja Ariza, hadir langsung dalam acara dan ikut memandikan anak-anak sebagai simbol penerusan tradisi. Ia menegaskan, Mandi Safar perlu terus dilestarikan dan bahkan diusulkan sebagai warisan budaya tak benda tingkat nasional.
“Tradisi ini tidak hanya menjaga nilai religius, tetapi juga memperkuat identitas Melayu agar tetap hidup di tengah generasi muda,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Kepri, Juramadi Esram, menyebut Pulau Penyengat sebagai pusat peradaban Melayu yang sarat nilai spiritual.
“Mandi Safar adalah wujud syukur sekaligus upaya menjaga warisan nenek moyang. Tradisi ini harus dirawat, karena menjadi bagian dari jati diri masyarakat Kepri,” katanya.
Prosesi Mandi Safar dilakukan dengan menggunakan air sumur yang dicampur sebagai simbol penyucian, disertai doa, bacaan ayat Al-Qur’an, serta papan tolak balak. Tradisi ini telah diwariskan turun-temurun di berbagai daerah di Kepri dan menjadi ajang silaturahmi antarwarga.
Pemerintah Provinsi Kepri menegaskan komitmennya mendukung pelestarian adat dan budaya lokal. Selain menjaga nilai spiritual, tradisi ini juga diyakini dapat memperkuat daya tarik Pulau Penyengat sebagai destinasi wisata sejarah dan religi.
Acara turut dihadiri pejabat daerah, tokoh masyarakat, serta warga setempat yang antusias menjaga tradisi yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan budaya Melayu. (red)
Discussion about this post