TANJUNGPINANG – Dengan tidak bermaksud mengedepankan politik identitas, hanya sekadar mengevaluasi dan mengedukasi, bahwa setiap Pemilihan Calon Legislatif (Pilcaleg) di Kota Tanjungpinang, tidak sedikit calon legislatif di kalangan politisi orang Piaman yang bermunculan. Bahkan nama-nama mereka selalu muncul di pemilihan DPRD Kota Tanjungpinang.
LIDIKNUSANTARA.COM – Namun, selama ini tidak ada satu politisi atau caleg dari orang Piaman yang berhasil merebut kursi di parlemen Kota Tanjungpinang. Berkemungkinan karena pengalaman mereka yang mengklaim diri sudah mengantongi basis massa melalui paguyuban dengan program-program sosial, seolah itu mampu melawan dinamika politik praktis.
Seorang politisi dan tokoh muda Piaman Azlirais Anduspil di Kecamatan Tanjungpinang Timur Kota Tanjungpinang menilai, fenomena politik sekarang membutuhkan pembacaan dan pemaknaan yang mendalam.
Setelah gagal bersaing di kontes politik sebagai politisi muda pada pileg 2024 lalu, Rais menyebut kegagalan itu diakibatkan oleh banyak faktor. “Ini memang diakibatkan oleh banyak faktor dan di luar ekspetasi,” kata Rais pada lidiknusantara.com, Kamis (7/03/2024).
“Hal itu juga bukan karena tidak memahami strategi politik praktis, namun strategi dan taktik politik praktis tidak bisa diandalkan dengan hanya berupa teori dan popularitas, serta perbuatan sosial belaka,” tambahnya.
Kendala berikutnya adalah rasa percaya diri yang terlalu berlebihan. “Percaya diri memang dibutuhkan. Tapi overconfident ini juga tidak baik rupanya. Karena membuat kita tidak awas terhadap kekuatan kita dan kekuatan politisi lain,” terang Rais.
“Terabaikan. Adapun faktor kegagalan lainnya yang tidak kalah penting yaitu peluru yang tidak bisa diremehkan. Justru politik sangat mutlak membutuhkan biaya atau cost politik. Di sini kita ditanya seberapa banyak kediapan dan amunisi yang kita punya,” jelasnya.
“Setiap pergerakan dan setiap kita bicara dengan orang, semuanya barang tentu orang itu tidak hanya mendengarkan dan terpaku serta diam, semua butuh cost agar orang dengan saksama mendengarkan kita, nah amunisi atau peluru ini yang terabaikan dan tidak dimiliki,” ujar politisi muda itu.
“Sering kita mendengar bahwa barometer ukuran keberhasilan dari politik itu adalah seberapa banyak modal, bukan seberapa banyak kita berbuat baik terhadap orang lain,” tambah Rais sembari tersenyum.
Persoalan finansial atau modal politik tidak bisa digandeng dengan sebuah idealisme anti terhadap politik transaksi. Namun, tidak bisa dimungkiri, semua butuh biaya politik.
“Biaya bertemu dengan masyarakat, tentu costnya tinggi. Ini menjadi masalah, ketika popularitas kita tidak selaras dengan elektabilitas,” ungkapnya.
“Siapapun yang terpilih merupakan calon yang mempunyai kapasitas dan kapabilitas. Namun, dalam kontes Pileg 2024 yang sudah berlalu, saya banyak mengambil hikmah dan pelajaran serta pengalaman yang berharga. Sebuah kegagalan merupakan titik awal sebagai bahan evaluasi,” tutup Rais.
Penulis: R. Martha
Editor: Adnan Fadhil
Discussion about this post